{{utama|Sejarah Riau}}
Secara etimologi kata Riau berasal dari [[bahasa Portugis]], ''Rio'' berarti [[sungai]].{{cite
book |last=Samin |first=S.W. |title=Budaya Melayu dalam perjalanannya
menuju masa depan |year=1991 |publisher=Yayasan Penerbit MSI-Riau}}
Pada tahun [[1514]] terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis
menelusuri [[Sungai Siak]], dengan tujuan mencari lokasi sebuah kerajaan
yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut,{{cite book
|last=Schnitger |first=F.M. |coauthors=Tichelman, G.L. |title=Forgotten
Kingdoms in Sumatra |year=1964 |publisher=E. J. Brill }} dan
sekaligus mengejar pengikut [[Mahmud Syah dari Malaka|Sultan Mahmud
Syah]] yang melarikan diri setelah kejatuhan [[Kesultanan
Malaka|Malaka]].
Pada awal abad ke-16, [[Tome Pires]] dalam bukunya [[Suma Oriental]]
mencatat bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatera antara Arcat
([[Kerajaan Aru|Aru]] dan [[Rokan Hilir|Rokan]]) hingga [[Jambi]]
merupakan pelabuhan raja-raja [[Orang Minang|Minangkabau]].Leonard Y. Andaya, Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka, University of Hawaii Press, 2008
Dimasa inipula banyak [[Pedagang Minangkabau|pengusaha Minangkabau]]
yang mendirikan kampung-kampung pedagang di sepanjang [[Sungai Siak]],
[[Sungai Kampar|Kampar]], [[Sungai Rokan|Rokan]], dan [[Sungai
Inderagiri|Inderagiri]]. Satu dari sekian banyak kampung yang terkenal
adalah [[Senapelan, Pekanbaru|Senapelan]] yang kemudian berkembang
menjadi [[Pekanbaru]].Suwardi Mohammad Samin, Dari Kebatinan
Senapelan ke Bandaraya Pekanbaru : Menelisik Jejak Sejarah Kota
Pekanbaru, 1784-2005, Penerbit Alaf Riau, 2006
Pada masa kejayaan [[Kesultanan Siak Sri Inderapura]] yang didirikan
oleh [[Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I|Raja Kecil]], kawasan ini
merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Siak. Sementara, Riau dirujuk
hanya kepada wilayah ''[[Yang Dipertuan Muda]]'' (raja bawahan
[[Kesultanan Johor|Johor]]) di [[Pulau Penyengat]], kemudian menjadi
wilayah ''Residentie Riouw'' pemerintahan [[Hindia-Belanda]] yang
berkedudukan di [[Tanjung Pinang]], dan ''Riouw'', dieja oleh masyarakat
setempat menjadi ''Riau''.
Pada awal kemerdekaan [[Indonesia]], wilayah Kesultanan Siak Sri
Inderapura dan ''Residentie Riouw'' dilebur dan tergabung dalam Provinsi
Sumatera yang berpusat di [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]]. Kemudian
Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni [[Sumatera
Utara]], [[Sumatera Tengah]], dan [[Sumatera Selatan]]. Dominannya etnis
Minangkabau dalam pemerintahan Sumatera Tengah, menuntut masyarakat
Riau untuk membentuk provinsi tersendiri.Gusti Asnan, Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an, Yayasan Obor Indonesia, 2007
Selanjutnya pada tahun [[1957]], berdasarkan Undang-undang Darurat
Nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dimekarkan menjadi tiga
provinsi yaitu Riau, [[Jambi]] dan [[Sumatera Barat]]. Kemudian yang
menjadi wilayah provinsi Riau yang baru terbentuk adalah bekas wilayah
Kesultanan Siak Sri Inderapura dan ''Residentie Riouw'' serta ditambah
[[Bangkinang]] yang sebelumnya pada masa pendudukan tentara [[Jepang]]
dimasukan ke dalam wilayah ''Rhio Shu''.
Kemudian berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25, pada tanggal
[[20 Januari]] [[1959]], Pekanbaru resmi menjadi ibu kota provinsi Riau
menggantikan [[Kota Tanjung Pinang|Tanjung Pinang]]. Namun pada tahun
[[2002]], berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002, Provinsi Riau
kembali dimekarkan menjadi dua provinsi, yaitu Riau dan [[Kepulauan
Riau]].www.setneg.go.id
[http://www.setneg.go.id/components/com_perundangan/docviewer.php?id=294&filename=UU_no_25_th_2002.pdf
UU Nomor 25 Tahun 2002] Hal ini juga tidak lepas dari
ketidakpuasan masyarakat atas rasa ketidakadilan dalam [[politik]]
maupun [[ekonomi]] terutama yang berada pada kawasan kepulauan.Gerry
Van Klinken, Henk Schulte Nordholt, Ireen Hoogenboom, (2007), ''Politik
lokal di Indonesia'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979461615X
Tidak ada komentar:
Posting Komentar